twitter


1: Cerpen Islami-"Melepasmu"

"Melepasmu"Pagi itu jam tlah menunjukan pukul 8 ku segera bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja. Ku jajaki jalan-jalan rusak menggunakan sepeda motorku yg kini kondisinya sangat memperih

2: Cerpen Islami-Dua Anak Surga di tengah "Lumpur"
Ya Allah...

Apakah ini Jalan yang paling tepat buatku

Berada di tengah-tengah “Lumpur” ini

Mencari uang karena tuntutan bosku

Bukan karena kebutuhanku untuk hidup

Ya Allah...

Aku iri kepada anak-anak lain yang mempunyai keluarga

Mereka jalan-jalan bersama orangtuanya

Mereka diajari salat dan membaca al-Qur’an

Mereka pergi salat ke masjid bersama-sama

Mereka diantar ke sekolah oleh orangtuanya

Ya Allah...

Aku hanya ingin seperti mereka

Mempunyai keluarga

Diajari salat dan membaca al-Qur’an

Ya Allah...

Apakah permintaan-ku ini terlalu berat buat-MU

Aku minta maaf kepada-MU

Karena aku mengenal-MU hanya sebatas Nama

Tidak mengenal-MU dengan melakukan beribadah kepada-MU

Jujur aku ingin mengenal-MU dengan beribadah

Tetapi aku tidak mempunyai pembimbing

Ya Allah...

Berikanlah aku pembimbing terbaik

Agar aku bisa beribadah kepada-MU

Dan mengenal-MU lebih baik

Agar aku dapat keluar dari “Lumpur” ini



Air mataku keluar tiada henti. Aku mencoba untuk menyekanya dan bergegas kembali ke kamar untuk tidur. Dalam tidurku aku hanya bisa berdoa agar semua masalah yang aku hadapi mendapatkan jalan keluar dan cepat terselesaikan.

****

Keesokan harinya, aku melakukan aktivitas seperti biasa. Mengamen di bus atau angkot. Menyanyikan beberapa lagu yang menurutku aku bisa menyanyikannya. Dan di sini aku mengajak Nani untuk mengamen bersamaku. Ketika waktu menjelang siang, aku seperti biasa pergi ke masjid di pusat kota. Yang berbeda adalah aku mengajak temanku juga ke masjid, yaitu Nani. Sebelumnya aku belum pernah mengajak siapa pun ke masjid, hanya aku sendiri. Tanpa disadari olehku, Allah telah memberikan jawaban doaku tadi malam.

Ketika sampai di masjid, aku mengajak Nani masuk ke dalam dan mendengarkan orang yang sedang melantunkan ayat-ayat al-Qur’an. Seperti biasa, aku sangat tenang ketika mendengarkannya, dan ketika aku menoleh ke Nani, ternyata Nani juga menikmatinya. Aku hanya tersenyum sendiri. Ketika itu ada suami-istri yang memperhatikan ke arahku dan Nani, tetapi aku belum sadar bahwa aku dan Nani sedang diperhatikan. Istri dari suami itu menghampiriku dan Nani sambil berkata, “Adek, lagi ngapain di sini? Saya sering melihat adek setiap menjelang siang ke masjid ini.” Aku kaget karena tiba-tiba ditegur oleh seorang perempuan. Aku jadi grogi untuk menjawab, “Umm...eh... Gag kok, bu. Saya hanya senang kalau ke sini.” “Kenapa adek senang ke sini? Dan ini temannya?” Tanya ibu seraya menanyakan temanku. “Iya ini temanku namanya Nani. Saya juga gag tau, bu. Setiap kali saya ke sini, saya merasa tenang dan suara orang-orang yang mengaji membuat telinga saya nyaman.” Ibu itu hanya tersenyum. “Ya ampun, udah jam segini. Kita udah kelamaan di sini. Nani, ayo kita ngamen lagi, nanti bos kita marah-marah lagi kalau setorannya kurang.” Ujarku terburu2. “Adek, nama adek siapa? Besok ke sini lagi?” “Namaku Tuti, bu. Iya, besok aku ke sini lagi.” Ibu itu langsung tersenyum dan berkata, “Besok, ibu akan berikan apa yang kamu mau dan Ibu akan tunggu di masjid ini.” Aku hanya berkata singkat, “Iya, bu.”

****

Ketika aku pulang mengamen bersama Nani jam 7 malem, aku selalu teringat perkataan Ibu tadi. Aku sekali-kali bertanya sama Nani. “Ni, menurut kamu apa ya maksud perkataan Ibu di masjid tadi?” “Perkataan yang mana?” Tanya Nani bingung. “Itu loh yang bilang ia akan berikan apa yang aku mau.” “Oh, yang itu. Mungkin kamu bakal dikasih hadiah kali. Kamu minta aja apa yang kamu mau.” Aku hanya menanggapinya dengan singkat, “Oh begitu ya.”

Dalam perjalanan aku masih terus memikirkan kata-kata ibu itu. Dan tanpa sadar, aku udah di depan bosku. “Gimana? Setoran hari ini? Cukup atau kurang seperti kemaren?” Aku kaget sekaligus gelagapan, “Umm, eh iya bos. Setoran hari ini cukup.” “Nah gitu dong kalau kerja, jangan kayak kemaren. Yaudah sana makan dulu dan langsung tidur.” Aku beranjak keluar dan tidak langsung makan. Aku ingin memikirkan perkataan ibu itu di tempat tenang, yaitu di bawah pohon beringin di pojok halaman rumah. Kalau benar ibu itu mau memberikan apa yang aku mau, aku ingin diajari salat dan membaca al-Qur’an. Ya hanya itu yang aku mau. Aku begitu senang malam ini bahwa besok aku bisa diajari salat dan baca al-Qur’an.

Aku langsung makan dan berangkat untuk tidur. Dan aku sangat yakin bahwa aku akan mimpi indah malam ini, karena hatiku lagi sangat bahagia.

****

Keesokan harinya, aku melakukan kegiatanku seperti biasa. Ketika menjelang siang, aku dan Nani bergegas ke masjid untuk menemui ibu itu. Ketika bertemu, ibu itu langsung menanyakan, “Gimana, apa yang kamu mau sekarang ini? Insya Allah ibu akan menyanggupinya.” Dengan hati-hati, aku berkata, “Aku ingin diajari salat dan membaca al-Qur’an, bu. Aku selama ini mengenal tuhanku hanya sebatas nama. Tidak melakukannya dengan beribadah.” Begitu kaget ibu itu mendengar perkataanku, bukan kaget karena marah, tetapi kaget karena anak sekecil ini sudah ingin mengenal tuhannya dengan beribadah. Ibu itu menahan haru sambil berkata, “Iya, nak. Sangat boleh. Ibu akan mengajarimu salat dan membaca al-Qur’an. Dan ibu lupa memperkenalkan diri, nama ibu, ibu Zahara. Dan ini suami ibu, namanya bapak Ilham. Sang suami hanya tersenyum ketika memperkenalkan diri. Menurutku senyum dari ibu Zahara dan bapak Ilham adalah senyum pertama yang aku rasakan selama hidupku. Selama hidupku hanya kemarahan yang tertampak dari orang-orang sekitar.

Sejak pertemuan itu, aku dan Nani diajari salat dan mengaji setiap hari. Tetapi dari kegiatanku dan Nani, aku sama sekali tidak melupakan pekerjaan yaitu mengamen. Agar bisa memberikan setorang pada bosku. Ketika kegiatan di masjid sudah berjalan sekitar 1 bulan, ibu Zahara dan bapak Ilham mengajak bicara kepadaku dan Nani. “Tuti dan Nani. Mungkin kalian berpikiran kenapa ibu dan bapak sama sekali tidak terlihat membawa anak ke masjid setiap harinya.” Ibu Zahara ingin melanjutkan perkataannya, tetapi tidak sanggup dan kemudian dilanjutkan oleh bapak Ilham, “Jadi begini, saya dan istri saya mendapatkan cobaan dari Allah yaitu tidak bisa mempunyai anak.” Seketika bapak Ilham tidak sanggup untuk melanjutkan, tetapi ia bisa mengendalikan diri dan melanjutkan pembicaraannya, “Bapak dan ibu ingin mengangkat kalian berdua sebagai anak kami.” Aku dan Nani seketika itu kaget bercampur senang, karena mereka berdua bisa mempunyai keluarga yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi Nani merasa ragu dan berujar, “Tapi pak, bos kami bisa marah karena kami akan diangkat menjadi anak bapak dan ibu. Apa yang harus kami lakukan?” “Begini saja, kalian berbicara dulu kepada bos kalian, bahwa ada yang ingin mengangkat kalian menjadi anak kami,” ujar bapak Ilham. “Baik pak, akan kami coba.” Lalu mereka pergi mengamen dan pulang ke rumah jam 7 malam.

****

“Apa yang kalian bilang? Kalian diangkat menjadi anak sama keluarga yang tidak tahu asal muasalnya? Kalian lebih memilih menjadi anak angkat mereka daripada saya yang sudah mengurus kalian sejak bayi sampai sekarang?” Aku dan Nani hanya terdiam ketakutan. Dan aku-pun berkata, “Tapi bos, mereka mengajariku salat dan mengaji. Aku di sini tidak mendapatkan itu.” “Alah, kalian kira dengan salat dan mengaji kalian bisa hidup, hah? Sekarang terserah kalian, kalian mau ikut mereka atau ikut saya? Sekalipun kalian ikut mereka, aku juga tidak rugi. Masih banyak anak-anak lain yang masih ingin bekerja sama saya. Sana pergi dan jangan tinggal di sini lagi,” bentak bos kepada kami berdua.

Aku dan Nani lebih baik pergi dari sini, dari “lumpur” ini. Tetapi, aku dan Nani bingung, kemana kita harus bermalam hari ini dan seterusnya. Aku langsung tahu ke mana harus kita tuju, begitu juga Nani. Aku dan Nani beranjak pergi ke masjid di pusat kota. Sebelum aku ke masjid, aku dan Nani membeli sedikit makanan untuk dimakan malam ini. Uangku masih tersisa untuk membeli makanan dari mengamen tadi siang. Setelah membeli makanan, aku dan Nani pergi ke masjid dan memakan makanan yang dibeli tadi. Setelah perut sudah kenyang, tidak terasa mataku dan mata Nani terasa berat. Tidak lama kemudian tidur pun menghampiri kita berdua.

****

Keesokan harinya, aku dan Nani bangun dan mencuci muka. Setelah itu, aku dan Nani pergi mengamen seperti biasa. Yang berbeda sekarang adalah, kita tidak dituntut untuk mencari setoran pada bos. Kita menjalankannya dengan suka cita. Ketika waktu menjelang siang, aku dan Nani bergegas pergi ke masjid untuk memberikan jawaban kepada bapak Ilham dan ibu Zahrana. Ketika kami akan memberikan jawabannya, terlihat raut wajah bapak Ilham dan ibu Zahrana tidak sabar dan harap-harap cemas, apakah jawaban yang mereka dapat.

“Ibu dan bapak, kami udah menanyakan kepada bos kami. Ia mengatakan bahwa kalau kami ingin diangkat ama ibu dan bapak, kami diusir dari tempat tinggal bos. Dan dari situ kami sudah menetapkan bahwa kami ingin pergi dari tempat tinggal itu, karena dari bapak dan ibu, kami diajarkan untuk mengenal lebih dekat kepada Allah dengan beribadah dan mengaji. Sudah kami tunggu selama ini untuk keluar dari “lumpur” yang selama ini kami jalani. Dan baru sekarang jalan ini terlihat, yaitu melalui ibu dan bapak. Aku berdo’a selalu kepada Allah, agar aku bisa keluar dari “lumpur” ini, dan Allah mendengarkan do’aku untuk aku dan Nani.” Air mataku dan Nani keluar tiada henti. “Aku bersyukur kepada Allah telah mengirim ibu Zahrana dan bapak Ilham untuk mengeluarkanku dari “lumpur” ini. Makasih buat ibu dan bapak.” Air mata ibu Zahrana dan bapak Ilham ikut keluar menahan haru sambil berkata, “Iya nak, sama-sama. Sekarang panggil ibu dan bapak dengan sebutan ummi dan abi ya.” Seketika itu juga aku dan Nani memeluk dua orang yang mulai sekarang dan selamanya akan selalu menjadi kedua orangtua kami dan berkata, “Ummi... Abi... Kami berdua sayang sama ummi dan abi.” “Begitu juga kami, sayang. Kalian adalah buah hati yang Allah turunkan buat ummi dan abi.”

Tidak akan pernah aku lupakan saat-saat terindah ketika aku bertemu seorang pembimbing yang terbaik menurut Allah, begitu juga Nani. Dalam pelukan abi dan ummi, aku hanya bisa berdo’a,

Ya Allah...

Kini telah kau pertemukan aku dan temanku

Pembimbing yang terbaik untuk beribadah kepada-MU

Pembimbing yang terbaik agar aku tidak melupakan-MU

Ya Allah...

Mulut ini tidak akan berhenti untuk bersyukur kepada-MU

Bertasbih kepada-MU

Beribadah kepada-MU

Karena kau telah mengeluarkan aku dan temanku

Dari “lumpur” yang telah aku dan temanku lalui sejak lahir...

Ya Allah...

Jadikanlah aku dan temanku ini penghuni surga-MU

Begitu pula pembimbingku

Agar aku dan temanku bisa menjadi anak penghuni surga

Yang bisa membahagiakan pembimbingku

Yaitu kedua orangtua kami..

Amin Allahumma Amin

sumber = http://cerpen.net/cerpen-islami/

0 komentar:

Posting Komentar