twitter


Cerpen ini dari blog saya
kotaksastra.blogspot.com

Diufuk barat langit terlihat merah membentang. Senja yang sunyi ditanah yang terzalimi. Hening tanpa tanda kehidupan bagai tak ada satupun jiwa yang bernafas.
Dibawah atap yang sudah berkarat dan dinding tembok yang berlumut terdengar suara2 kecil. Tertawa riang didalam ketakutan dan kekhawatiran.
"abi, hari ini cepat pulang"
"iya umi, kebetulan tugas dikantor sudah selesai"
"istirahatlah dulu, umi buatkan teh panas ya"
"makasi umi"

Annisa bergegas menyiapkan segelas teh panas yang ditawarkannya pada sang suami. Dengan senyum manis, teh itu disajikan keatas meja.
"Subhanallah, teh buatan mu manis umi"
"kenapa langsung diminum, masih panas kan"
"tak apalah, teh ini semanis dirimu"
"syukron abi atas pujiannya"
"afwan, maaf jika abi jarang memujimu"
"tak apa, kalau keseringan kan gombal"
"iya ya. Hehe"

Rumah kecil nan usang itu penuh dengan senyuman. Memberikan cahaya di gelapnya senja waktu itu. Sebuah kenangan yang indah diantara jutaan tangisan.
"abi, gimana suasana kantor tadi?"
"seperti biasa, karyawan bekerja dengan penuh senyuman"
"Alhamdulillah, semoga kedamaian tetap di anugrahkan-Nya"
"Amin ya Rabb"

Semua kedamaian, ketentraman dan kebahagian penuh dalam fantasi mereka. Didalam pikiran, setiap keadaan bisa diciptakan. Bahkan yang berlawanan dengan kenyataan. Sebagai wujud pelarian dan penghibur hati.
"Umi, jikalau Allah memanggil abi. Relakah dirimu?"
"Aku rela, ikhlas dalam hatiku"
"apakah kau akan terus menangis?"
"iya, aku pasti menangis"
"aku tak ingin kau terus2 menangis"
"aku menangis karena ku sendiri mengarungi kehidupan yang fana ini"
"ingatlah, kau takkan pernah sendiri. Ada Allah dan aku dihatimu"
"abi membuatku cemas dan air mata ini tak dapat kubendung"
"maafkan aku"
"jangan katakan itu lagi"
"tak akan lagi, karna waktu tak mungkin membuatku mengatakan untuk kedua kalinya"
"kau tega, tega membuatku menangis"

Kebahagian itu diselimuti isak tangis Annisa. Cahaya yang semula menerangi rumah kecil itu meredup. Canda tawa itu tlah berubah menjadi tangis sendu.

Sesaat setelah itu, dentuman keras terdengar dari luar rumah. Burung2 besi berterbangan di langit senja yang merah. Membawa batu2 raksasa yang memporak-porandakan kota itu.

Sebongkah batu mendarat tepat diatas rumah itu. Rumah kebahagiaan yang diselimuti rahmat. Dan sekali lagi, anugerah dalam hidup Annisa diambil paksa oleh mereka, para zionis.
"umi, waktu ku sudah tiba. Terima kasih atas semuanya. Atas senyummu, keramahanmu, kemanjaanmu, dan waktumu untuk bermain denganku"
"abi, kenapa harus secepat ini"
"Allah yang menentukan. Terima kasih juga telah menjadi tetangga yang baik bagiku"
"aku hanya bisa menangis"
"hapus air matamu umi. Aku akan menyusul orang tuaku, orang tuamu, dan semua korban yang lalu"
"aku ikhlas karna Allah"
"selamat tinggal umi"
"sampai jumpa lagi abi"

Aziz menghembuskan nafas terakhirnya ditanah Gaza. Zionis itu telah merebut semua kebahagiaan Annisa. Dahulu orang tuanya, orang tua Aziz dan sekarang Aziz.

Kini tak ada lagi senyuman itu. Tak ada lagi teman bermain rumah2an. Annisa sang gadis kecil hanya menangis dalam sepi.

sumber = http://cerpen.net/Cerpen-islami/sampai-jumpa-abi.html

0 komentar:

Posting Komentar